Landasan
Umum
Ilmu berguna untuk
mengupas atau dalam bahasa Jawa “mengudari” melalui setiap
pertanyaan-pertanyaan, karena ilmu atau logos atau hakekat berawal dari
pertanyaan-pertanyaan. Ilmu disamping untuk melihat orang lain atau benda lain,
ilmu juga berguna untuk melihat diri sendiri. Gunanya ilmu untuk introspeksi
diri, karena setinggi-tingginya ilmu jika mampu introspeksi diri.
Manusia yang tidak mau
membaca, tidak mau belajar, diibaratkan sebagai sebuah batu karena keras kepala
dan sombong. Selain sebagai batu, manusia tersebut adalah mitos, tidak mau
belajar dan berikhtiar padahal mampu mempelajari atau melakukannya. Manusia itu
dalam keadaan berhenti sebagai mitos karena kesombongannya tidak mau belajar dan
membaca.
Manusia yang sudah mau
belajar dan membaca, sudah mengetahui untuk apa dia belajar, maka manusia
tersebut yang tadinya adalah batu telah pecah menjadi pecahan batu. Manusia
secara bertahap belajar, dari pecahan batu kemudian pecah lagi menjadi
kerikil-kerikil, dari kerikil-kerikil pecah lagi menjadi pasir, kemudian dari
pasir jadilah air. Air yang ada ditambah volumenya dengan banyak belajar dan
membaca hingga air (ilmu) tersebut meluap menjadi lautan ilmu dan akhirnya
mampu melebihi atau menggapai gunung ilmu. Itulah metode perkuliahan yang
digunakan oleh Prof. Dr. Marsigit selama ini. Beliau ingin mahasiswa membangun
gunung ilmu melalui proses-prosesnya.
Struktur dunia itu
adalah ruang dan waktu. Orang yang sukses dapat berhermenitika untuk menembus
ruang dan waktu dalam rangka membangun hidup atau dunia. Sebenar-benar orang
berilmu adalah sopan dan santun terhadap ruang dan waktu. Sopan santun dalam
ruang dan waktu artinya mengerti, dapat menempatkan diri pada ruang dan waktu
yang tepat. Mana mungkin kita dapat sopan dan santun terhadap Learning Trajectory jika kita belum
mengerti Learning Trajectory. Sopan
dan santun terhadap ruang dan waktu itulah metode untuk menghadapi kehidupan
yang ada termasuk krisis multi dimensi, krisis bangsa, dll.
Setinggi-tinggi ilmu
adalah mampu membedakan. Seorang guru yang berilmu dapat membedakan semua
siswanya. Jika siswanya ada 40 siswa, maka guru tersebut harus dapat membedakan
40 siswa tersebut. Dengan memahami semua siswanya, guru dapat memfasilitasi
siswa dalam belajar sesuai dengan cara belajar siswa dan cara berpikir siswa.
Karena cara belajar dan berpikir siswa berbeda-beda dari satu siswa dengan
siswa yang lainnya, maka guru harus dapat membedakan siswanya dengan cara
memfasilitasi belajar siswa dengan berbagai metode pembelajaran secara inovatif
dan berganti-ganti sesuai dengan kebutuhan siswa dari cara belajar dan berpikir
siswa. Itulah konsep dasar kita belajar Learning
Trajectory yaitu memahami cara belajar dan berpikir semua siswa yang
berdampak pada Teaching Trajectory
sehingga kita sebagai guru dapat menyesuaikan dalam menyelenggarakan proses
pembelajaran untuk siswa membangun hidup.
Learning
Trajectory dalam proses pembelajaran Matematika SD,
guru harus dapat menembus ruang dan waktu dalam memfasilitasi siswa belajar
Matematika secara konkrit karena siswa SD berada pada tahap perkembangan
operasional konkrit menurut Piaget, maka siswa berpikir secara konkrit sesuai
dengan benda-benda berdasarkan pengalaman/kejadian-kejadian yang siswa alami.
Proses memfasilitasi siswa belajar Matematika secara konkrit ini merupakan cara
informal terlebih dahulu hingga siswa dapat membangun konsepnya secara formal
seperti 2 + 3 = 5. Proses tersebut sesuai dengan budaya Indonesia yang beragama
Islam yang belajar karena Allah, belajar berpikir dari material, formal,
normatif, dan tertinggi adalah spiritual. Maka dalam belajar semua karena
Allah, dalam belajar ada berdoa dan berikhtiar secara terus-menerus.
Membangun
Dunia
Setelah mempelajari
Filsafat, maka secara tidak langsung menimbulkan kesadaraan tentang semua yang
Ada dalam Learning Trajectory. Semua
yang Ada dalam Learning Trajectory itu
ada yang bersifat tetap dan ada yang bersifat berubah. Ada yang bersifat tetap
itu ada di atas (langit) dan Ada yang bersifat berubah itu ada di bawah (bumi).
Ada yang di atas (langit) yang bersifat tetap dan Ada yang di bawah (bumi) yang
bersifat berubah saling berhermenitika membangun hidup. Pikiran berhermenitika
dengan fakta/tindakan/pengalaman. Dewasa (orang tua) berhermenitika dengan
anak-anak. Konsisten berhermenitika dengan cocok. Tidak terikat ruang dan waktu
berhermenitika dengan terikat ruang dan waktu. Aksioma/dalil/aturan
berhermenitika dengan contoh. Teori berhermenitika dengan praktek. Abstrak
berhermenitika dengan konkrit. Matematika murni (Perguruan Tinggi)
berhermenitika dengan Matematika sekolah. Rumus berhermenitika dengan contoh.
Formal berhermenitika dengan material. Wadah berhermenitika dengan isi. Logika
berhermenitika dengan kecocokan. Ada yang di pikiran dan yang Ada pada fakta semuanya memiliki intuisi.
Semua yang ada di atas
dan yang ada di bawah saling berhermenitika karena membangun hidup
berhermenitika. Pikiran perlu dicocokkan dengan tindakan, tindakan perlu
dipikirkan. Dalam berpikir kita perlu membuktikan dengan tindakan yaitu dengan cara
mencocokkannya dengan fakta yaitu dengan cara korespondensi. Sebaliknya dalam
bertindak pun harus dipikirkan terlebih dahulu berdasarkan teorinya, apa
dampaknya, baik buruknya, dll.
Hermenitika adalah
sunnatullah sesuai dengan kodratnya, pikiran dan tindakan saling berinteraksi,
sinar matahari dan tumbuhan saling berinteraksi untuk fotosintesis. Sehingga
metode belajar pun harus sesuai dengan kodratnya. Maka metode belajar yang
terbaik untuk siswa adalah siswa harus berinteraksi dengan sesama siswa, guru,
orang tua, dan lingkungannya. Itulah sebenar-benar membangun hidup siswa dengan
berhermenitika agar siswa mampu menembus ruang dan waktu dengan sukses. Karena
tidak hanya manusia yang bisa menembus ruang dan waktu, batu pun bisa menembus
ruang dan waktu. Antara manusia dan batu yang membedakan adalah manusia
mempunyai pilihan untuk sukses dalam menembus ruang dan waktu sesuai dengan
ruang dan waktu yang tepat. Jadi kita sebagai manusia harus sukses dengan cara
sopan dan santun dalam menembus ruang dan waktu dalam membangun dunia sehingga
kita mempunyai wadah beserta isinya.
Gambar 1. Hermenitika Membangun
Dunia
Aksioma/dalil/aturan/ketentuan
merupakan ilmu para Dewa, semakin tinggi dan paling tinggi adalah Firman Tuhan.
Para Dewa yang diikuti para Daksa sesuai dalil/aksioma seperti kita menikah
karena sunah Rasulullah SAW. Ada yang di pikiran adalah paham idealism
sedangkan yang Ada pada fakta adalah paham realism. Logika yang ada pada
pikiran bersifat Analitik (berdasar ketentuan) sedangkan pengalaman yang ada
pada fakta/tindakan bersifat sintetik (berdasar sebab). Logika merupakan
apriori sedangkan pengalaman merupakan aposteriori. Kemudian lahirlah juru
damai yaitu Immanuel Kant dengan Sintetik Apriori. Sebenar-benar ilmu
pengetahuan menurut Immanuel Kant adalah harus ada pengalaman dan logika, harus
Sintetik dan Apriori. Jika hanya Sintetik-Aposteriori maka tidak akan mampu
memikirkan dan merencanakan sehingga tidak memperoleh apa-apa.
Terdapat tembok besar
yaitu pandangan Auguste Comte yang menolak filsafat dan menganggap agama itu
tidak penting. Fenomena Auguste Comte penganut paham Positivism sudah saya
paparkan pada refleksi perkuliahan Rabu, 04 Maret 2015 yang berjudul “Ikhlas
Pikir dan Ikhlas Hati dalam Belajar”. Indonesia berada di tengah-tengah atau
terjepit oleh kehidupan dunia Pos Pos Modern dimana agama berada di tingkat
terbawah, agama dianggap tidak modis dengan kehidupan Kapitalism sehingga
melahirkan kemunafikan, anomali, kontradiksi, komplikasi, tidak konsisten, dst.
Tapi itulah sebenar-benar hidup di dunia ini selalu mengalami kontradiksi. Ada
siang dan malam, lapar dan kenyang, selalu bertentangan (kontradiksi). Dunia anak
kecil pun kontradiksi, salahnya anak kecil itu benar (Falibism), karena anak
belajar dari kesalahan sesuai dengan tingkat perkembangan anak, karena anak
bukanlah Dewa, karena itulah dimensi ruang dan waktu anak. Jadi guru harus
mengubah paradigmanya, guru harus menyadari bahwa jika guru bertanya pada siswa
maka jawaban siswa salah itulah yang benar. Guru munafik jika mengharuskan
siswa menjawab benar. Guru harus sopan dan santun dalam menembus ruang dan
waktu siswa, sehingga guru harus memfasilitasi belajar siswa sesuai dengan
tingkat perkembangan siswa, kebutuhan siswa, keadaan siswa, dan keadaan
lingkungannya.
Gambar 2. Skema Membangun Dunia dan
Dunia Pendidikan Kontemporer oleh Prof. Dr. Marsigit, M.A.
Dunia ini bersifat
plural/jamak. Contohnya yaitu aku, aku yang tadi berbeda dengan aku yang
sekarang, aku yang tadi lapar sedangkan aku yang sekarang kenyang karena sudah
makan. Itulah dunia yang bersifat plural karena kontradiksi. Jika tidak ada
kontradiksi maka kita tidak akan hidup. Contohnya yaitu jika kita lapar terus
tidak akan hidup, jika malam terus kita pun tidak akan hidup. Jadi jika dunia
ini sama maka dunia ini akan hancur. Termasuk manusia, jika semua manusia sama,
maka manusia tidak bisa membedakan, sehingga dunia pun akan kacau. Dunia ini
juga akan mengalami kehancuran jika manusia sudah mengalami komplikasi, yaitu
kontradiksi dalam kontradiksi di dalam dirinya.
Learning Trajectory
Jika kita mempelajari
Filsafat dengan ikhlas baik ikhlas pikir (memahami) serta ikhlas hati (doa,
semangat, motivasi) dalam membangun hidup/dunia serta dunia pendidikan
kontemporer maka kita akan menarik benang merahnya mempelajari Filsafat dan
menerapkannya dalam Pengembangan Learning
Trajectory Pendidikan Dasar. Learning
Trajectory tentang bagaimana siswa belajar dan bagaimana siswa berpikir
yang berimplikasi pada Teaching
Trajectory. Seperti dalam Filsafat tentang membangun hidup siswa, dalam Learning Trajectory pun berimplikasi
dengan Teaching Trajectory yaitu guru
memfasilitasi belajar siswa dengan berbagai metode yang inovatif sesuai dengan
tahap perkembangan siswa.
Learning
Trajectory Timeline meliputi hakekat/makna/arti serta
sejarahnya. Struktur ketentuan Learning
Trajectory meliputi filsafat, ideologi, UUD 1945, UU, Peraturan Presiden,
Peraturan Menteri, Peraturan Pemerintah, Kurikulum, Silabus, RPP, LKS (Lembar
Kegiatan Siswa), Sekolah, Guru, Siswa, Mata Pelajaran, PBM. Di sinilah
mahasiswa jika sudah sadar manfaat mempelajari Filsafat sebagai pondasi dalam
mempelajari Learning Trajectory, maka
mahasiswa mulai mencari referensi tentang dunia Learning Trajectory. Mahasiswa yang memiliki kesadaran untuk
belajar tentang dunia Learning Trajectory
akan mencari tentang hakekat Learning
Trajectory, sejarahnya, siapa tokohnya dan dimana, teorinya bagaimana,
hingga menemukan peta pendidikan dunia. Karena mahasiswa harus belajar
membangun konsepnya dengan berhermenitika.
Sehebat-hebatnya wayang
adalah gunungannya sehingga lahir Filsafat Jawa tentang nasi tumpeng. Gunung
yang tidak menyadari bahwa larvanya mematikan bagi para korbannya. Gunung
disini adalah guru, guru yang tidak menyadari karena tidak mau belajar sehingga
mengeluarkan larva yaitu metode pembelajaran yang tidak tepat sehingga memakan
korban yaitu para siswa. Jadi untuk menghadapi segala sesuatu itu harus
mempunyai persiapan. Dalam memfasilitasi siswa belajar Matematika misalnya,
guru memerlukan persiapan dalam menyelenggarakan proses belajar berdasarkan
tahap perkembangan siswa, komunitas lingkungan dan keadaan siswa. Metode yang
tidak tepat dalam memfasilitasi siswa belajar maka siswa akan tercabut
intuisinya sehingga siswa akan kehilangan hati nuraninya. Dengan tercabutnya
intuisi dan hilangnya hati nurani siswa maka banyak sekali permasalahan moral
pendidikan siswa SD yang sudah membentuk genk misalnya. Maka dalam
memfasilitasi belajar Matematika pada siswa misalnya, harus bertahap dengan
Matematika Realistik yaitu dari tahap konkrit terlebih dahulu baru pada tahap
formal.
Gambar 3. Skema Dunia Learning Trajectory oleh Prof. Dr.
Marsigit, M.A.
Learning
Trajectory yang membangun pengetahuan siswa dari
tahap ingatan, pemahaman, aplikasi, analisis, sintesis, dan evaluasi menurut
teori Bloom sehingga siswa dapat memaksimalkan cara berpikir dan belajarnya
hingga High Order Thinking. Dalam
memfasilitasi belajar siswa pun menyesuaikan tahapan belajar dan berpikir siswa
yaitu tahap Operasional Konkrit untuk anak SD menurut teori Piaget.
Mempelajari
Pengembangan Learning Trajectory Pendidikan
Dasar merupakan pembelajaran untuk berjuang transfer diri dari guru tradisional
menuju guru yang inovatif (membangun). Karena hakekat belajar yaitu konstruksi
(membangun), guru melayani siswa, guru membangun siswa, itulah guru yang
inovatif. Bukan guru tradisional yang otoriter terhadap muridanya, guru munafik
yang mengharuskan siswa menjawab sempurna. Karena guru tidak sopan dan santun
terhadap ruang dan waktu siswa jika guru mewajibkan siswa menjawab dengan
benar. Siswa biarlah menjawab salah, karena dari proses kesalahan tersebut
siswa sedang membangun ilmunya. Begitu pun mahasiswa membangun sendiri dunia Learning Trajectory. Jika hanya ingin
menjadi guru tradisional maka mahasiswa tidak perlu mempelajari Learning Trajectory. Maka dari itu jika
mahasiswa ingin menjadi guru yang inovatif maka perlu mempelajari Learning Trajectory.
Oleh:
Ika
Noviana
NIM.
14712251002
Pendidikan
Dasar A
Konsentrasi
Praktisi (Guru Kelas)
Pascasarjana UNY