Jumat, 27 Maret 2015

Pembelajaran Matematika SD Menggunakan Permainan Tradisional Congklak



Dengan mengambil sisi baik dari studi banding PBM Matematika di sebuah SD di Jepang melalui VTR (Voice Tape Recorder) yang videonya ditayangkan oleh Prof. Dr. Marsigit, M.A. pada mata kuliah Pengembangan Learning Trajectory Pendidikan Dasar hari Rabu tanggal 25 Maret 2015, berikut adalah usaha Saya untuk mengembangkan PBM sejenis sesuai dengan konteks budaya lokal Saya (Jawa-Indonesia).

Permainan tradisional congklak merupakan permainan tradisional Jawa-Indonesia yang sesuai dengan budaya Indonesia serta mengandung konsep-konsep Matematika sehingga cocok untuk pembelajaran Matematika SD. Permainan congklak merupakan permainan yang digemari dan disukai oleh anak-anak sehingga sesuai dengan tahap perkembangan anak SD. Pada pembelajaran Matematika SD menggunakan permainan congklak ini memberi pengalaman kepada siswa secara langsung secara konkrit dalam belajar konsep Matematika karena hal tersebut sesuai dengan tahap perkembangan siswa menurut Piaget yaitu tahap operasional konkrit. Dalam permainan congklak ini siswa berusaha membangun konsep Matematika secara langsung dengan bimbingan guru (constructivism).
Permainan tradisional congklak merupakan permainan yang dimainkan oleh dua orang. Alat yang digunakan terbuat dari kayu atau plastik. Pada kedua ujungnya terdapat lubang yang disebut induk. Diantara keduanya terdapat lubang yang lebih kecil dari induknya berdiameter kira-kira 5 cm. Ada tiga versi permainan dakon, yaitu dakon 1 lubang, 12 lubang dn 16 lubang.
·           Untuk dakon 10 lubang maka akan digunakan 32 biji yang akan dibagikan secara adil pada semua lubang kecil (yaitu 4 biji untuk setiap lubang kecil).
·           Untuk dakon 12 lubang maka akan digunakan 50 biji yang akan dibagikan secara adil pada semua lubang kecil (yaitu 5 biji untuk setiap lubang kecil).
·           Untuk dakon 16 lubang maka akan digunakan 98 biji yang akan dibagikan secara adil pada semua lubang kecil (yaitu 7 biji untuk setiap lubang kecil).
Cara bermainnya adalah dengan mengambil biji-bijian yang ada di lubang bagian sisi milik kita kemudian mengisi biji-bijian tersebut satu persatu ke lubang yang dilalui termasuk lubang induk milik kita (lubang induk sebelah kiri) kecuali lubang induk milik lawan, jika biji terakhir jatuh di lubang yang terdapat biji-bijian lain maka bijian tersebut diambil lagi untuk diteruskan mengisi lubang-lubang selanjutnya. Begitu seterusnya sampai biji terakhir jatuh kelubang yang
kosong. Jika biji terakhir tadi jatuh pada lubang yang kosong maka giliran pemain lawan yang melakukan permainan. Permainan ini berakhir jika biji-bijian yang terdapat di lubang yang kecil telah habis dikumpulkan. Pemenangnya adalah yang paling banyak mengumpulkan biji-bijian ke lubang induk miliknya.
Contoh permainan tradisional congklak ini digunakan dalam pembelajaran Matematika SD kelas I untuk konsep berhitung dan penjumlahan sederhana. Jika keterbatasan congklak, siswa bisa menggunakan wadah telur atau kertas yang dibentuk topi-topian sebanyak lubang kecil dan lubang induk.
Langkah-langkah pembelajaran Matematika SD menggunakan permainan tradisional congklak adalah sebagai berikut:
1.        Siswa membentuk kelompok dengan teman sebangku.
2.     Guru memberi pengantar tentang petunjuk dan prosedur permainan congklak. Namun jika ada siswa yang sudah mengetahui cara permainan congklak diharapkan siswa yang menjelaskan cara permainan congklak satu per satu.
3.      Guru memberi pengertian kepada siswa bahwa permainan congklak ini tidak mementingkan siapa yang kalah atau menang tetapi siswa harus menikmati permainan dan nantinya siswa diminta mempresentasikan apa saja yang siswa peroleh dari permainan congklak terkait dengan pembelajaran Matematika.
4.     Siswa melakukan permainan congklak dengan teman sebangku sambil mereka belajar sendiri menemukan konsep-konsep matematika yang termuat dalam permainan congklak.
5.     Guru mengarahkan interaksi sosial siswa dalam permainan congklak tersebut untuk mencapai tujuan pembelajaran.
6.       Guru membimbing siswa agar bisa mengemukakan ide atau gagasan mereka tentang konsep yang telah mereka dapatkan dari permainan congklak.
7.     Masing-masing kelompok dapat menyampaikan idenya kepada siswa yang lain dan siswa lain bisa menanggapinya atau manyanggah pendapat temannya.
8.      Siswa bersama atau dengan bimbingan guru menyimpulkan dan menerangkan tentang konsep-konsep yang telah mereka dapatkan dari permainan congklak yaitu tentang konsep berhitung dan penjumlahan sederhana.


Sumber:
Marsigit. (2015). Referensi Berbagai Teori Belajar dan Mengajar. http://powermathematics.blogspot.com/2015/03/referensi-berbagai-teori-belajar-dan.html. Diakses tanggal 27 Maret 2015.

Zuli Nuraeni. (2013). Permainan Anak Untuk Matematika. http://eprints.uny.ac.id/10811/1/P%20-%2088.pdf. Diakses tanggal 27 Maret 2015.

Minggu, 15 Maret 2015

Membangun Dunia dengan Berikhtiar dan Berdoa

Refleksi Pengembangan Learning Trajectory Pendidikan Dasar 
Dosen Pengampu Prof. Dr. Marsigit, M.A.
Perkuliahan Rabu, 11 Maret 2015

Landasan Umum

Ilmu berguna untuk mengupas atau dalam bahasa Jawa “mengudari” melalui setiap pertanyaan-pertanyaan, karena ilmu atau logos atau hakekat berawal dari pertanyaan-pertanyaan. Ilmu disamping untuk melihat orang lain atau benda lain, ilmu juga berguna untuk melihat diri sendiri. Gunanya ilmu untuk introspeksi diri, karena setinggi-tingginya ilmu jika mampu introspeksi diri.
Manusia yang tidak mau membaca, tidak mau belajar, diibaratkan sebagai sebuah batu karena keras kepala dan sombong. Selain sebagai batu, manusia tersebut adalah mitos, tidak mau belajar dan berikhtiar padahal mampu mempelajari atau melakukannya. Manusia itu dalam keadaan berhenti sebagai mitos karena kesombongannya tidak mau belajar dan membaca.
Manusia yang sudah mau belajar dan membaca, sudah mengetahui untuk apa dia belajar, maka manusia tersebut yang tadinya adalah batu telah pecah menjadi pecahan batu. Manusia secara bertahap belajar, dari pecahan batu kemudian pecah lagi menjadi kerikil-kerikil, dari kerikil-kerikil pecah lagi menjadi pasir, kemudian dari pasir jadilah air. Air yang ada ditambah volumenya dengan banyak belajar dan membaca hingga air (ilmu) tersebut meluap menjadi lautan ilmu dan akhirnya mampu melebihi atau menggapai gunung ilmu. Itulah metode perkuliahan yang digunakan oleh Prof. Dr. Marsigit selama ini. Beliau ingin mahasiswa membangun gunung ilmu melalui proses-prosesnya.
Struktur dunia itu adalah ruang dan waktu. Orang yang sukses dapat berhermenitika untuk menembus ruang dan waktu dalam rangka membangun hidup atau dunia. Sebenar-benar orang berilmu adalah sopan dan santun terhadap ruang dan waktu. Sopan santun dalam ruang dan waktu artinya mengerti, dapat menempatkan diri pada ruang dan waktu yang tepat. Mana mungkin kita dapat sopan dan santun terhadap Learning Trajectory jika kita belum mengerti Learning Trajectory. Sopan dan santun terhadap ruang dan waktu itulah metode untuk menghadapi kehidupan yang ada termasuk krisis multi dimensi, krisis bangsa, dll.
Setinggi-tinggi ilmu adalah mampu membedakan. Seorang guru yang berilmu dapat membedakan semua siswanya. Jika siswanya ada 40 siswa, maka guru tersebut harus dapat membedakan 40 siswa tersebut. Dengan memahami semua siswanya, guru dapat memfasilitasi siswa dalam belajar sesuai dengan cara belajar siswa dan cara berpikir siswa. Karena cara belajar dan berpikir siswa berbeda-beda dari satu siswa dengan siswa yang lainnya, maka guru harus dapat membedakan siswanya dengan cara memfasilitasi belajar siswa dengan berbagai metode pembelajaran secara inovatif dan berganti-ganti sesuai dengan kebutuhan siswa dari cara belajar dan berpikir siswa. Itulah konsep dasar kita belajar Learning Trajectory yaitu memahami cara belajar dan berpikir semua siswa yang berdampak pada Teaching Trajectory sehingga kita sebagai guru dapat menyesuaikan dalam menyelenggarakan proses pembelajaran untuk siswa membangun hidup.
Learning Trajectory dalam proses pembelajaran Matematika SD, guru harus dapat menembus ruang dan waktu dalam memfasilitasi siswa belajar Matematika secara konkrit karena siswa SD berada pada tahap perkembangan operasional konkrit menurut Piaget, maka siswa berpikir secara konkrit sesuai dengan benda-benda berdasarkan pengalaman/kejadian-kejadian yang siswa alami. Proses memfasilitasi siswa belajar Matematika secara konkrit ini merupakan cara informal terlebih dahulu hingga siswa dapat membangun konsepnya secara formal seperti 2 + 3 = 5. Proses tersebut sesuai dengan budaya Indonesia yang beragama Islam yang belajar karena Allah, belajar berpikir dari material, formal, normatif, dan tertinggi adalah spiritual. Maka dalam belajar semua karena Allah, dalam belajar ada berdoa dan berikhtiar secara terus-menerus.

Membangun Dunia
Setelah mempelajari Filsafat, maka secara tidak langsung menimbulkan kesadaraan tentang semua yang Ada dalam Learning Trajectory. Semua yang Ada dalam Learning Trajectory itu ada yang bersifat tetap dan ada yang bersifat berubah. Ada yang bersifat tetap itu ada di atas (langit) dan Ada yang bersifat berubah itu ada di bawah (bumi). Ada yang di atas (langit) yang bersifat tetap dan Ada yang di bawah (bumi) yang bersifat berubah saling berhermenitika membangun hidup. Pikiran berhermenitika dengan fakta/tindakan/pengalaman. Dewasa (orang tua) berhermenitika dengan anak-anak. Konsisten berhermenitika dengan cocok. Tidak terikat ruang dan waktu berhermenitika dengan terikat ruang dan waktu. Aksioma/dalil/aturan berhermenitika dengan contoh. Teori berhermenitika dengan praktek. Abstrak berhermenitika dengan konkrit. Matematika murni (Perguruan Tinggi) berhermenitika dengan Matematika sekolah. Rumus berhermenitika dengan contoh. Formal berhermenitika dengan material. Wadah berhermenitika dengan isi. Logika berhermenitika dengan kecocokan. Ada yang di pikiran dan yang Ada  pada fakta semuanya memiliki intuisi.
Semua yang ada di atas dan yang ada di bawah saling berhermenitika karena membangun hidup berhermenitika. Pikiran perlu dicocokkan dengan tindakan, tindakan perlu dipikirkan. Dalam berpikir kita perlu membuktikan dengan tindakan yaitu dengan cara mencocokkannya dengan fakta yaitu dengan cara korespondensi. Sebaliknya dalam bertindak pun harus dipikirkan terlebih dahulu berdasarkan teorinya, apa dampaknya, baik buruknya, dll.
Hermenitika adalah sunnatullah sesuai dengan kodratnya, pikiran dan tindakan saling berinteraksi, sinar matahari dan tumbuhan saling berinteraksi untuk fotosintesis. Sehingga metode belajar pun harus sesuai dengan kodratnya. Maka metode belajar yang terbaik untuk siswa adalah siswa harus berinteraksi dengan sesama siswa, guru, orang tua, dan lingkungannya. Itulah sebenar-benar membangun hidup siswa dengan berhermenitika agar siswa mampu menembus ruang dan waktu dengan sukses. Karena tidak hanya manusia yang bisa menembus ruang dan waktu, batu pun bisa menembus ruang dan waktu. Antara manusia dan batu yang membedakan adalah manusia mempunyai pilihan untuk sukses dalam menembus ruang dan waktu sesuai dengan ruang dan waktu yang tepat. Jadi kita sebagai manusia harus sukses dengan cara sopan dan santun dalam menembus ruang dan waktu dalam membangun dunia sehingga kita mempunyai wadah beserta isinya.

 
Gambar 1. Hermenitika Membangun Dunia
           
Aksioma/dalil/aturan/ketentuan merupakan ilmu para Dewa, semakin tinggi dan paling tinggi adalah Firman Tuhan. Para Dewa yang diikuti para Daksa sesuai dalil/aksioma seperti kita menikah karena sunah Rasulullah SAW. Ada yang di pikiran adalah paham idealism sedangkan yang Ada pada fakta adalah paham realism. Logika yang ada pada pikiran bersifat Analitik (berdasar ketentuan) sedangkan pengalaman yang ada pada fakta/tindakan bersifat sintetik (berdasar sebab). Logika merupakan apriori sedangkan pengalaman merupakan aposteriori. Kemudian lahirlah juru damai yaitu Immanuel Kant dengan Sintetik Apriori. Sebenar-benar ilmu pengetahuan menurut Immanuel Kant adalah harus ada pengalaman dan logika, harus Sintetik dan Apriori. Jika hanya Sintetik-Aposteriori maka tidak akan mampu memikirkan dan merencanakan sehingga tidak memperoleh apa-apa.
Terdapat tembok besar yaitu pandangan Auguste Comte yang menolak filsafat dan menganggap agama itu tidak penting. Fenomena Auguste Comte penganut paham Positivism sudah saya paparkan pada refleksi perkuliahan Rabu, 04 Maret 2015 yang berjudul “Ikhlas Pikir dan Ikhlas Hati dalam Belajar”. Indonesia berada di tengah-tengah atau terjepit oleh kehidupan dunia Pos Pos Modern dimana agama berada di tingkat terbawah, agama dianggap tidak modis dengan kehidupan Kapitalism sehingga melahirkan kemunafikan, anomali, kontradiksi, komplikasi, tidak konsisten, dst. Tapi itulah sebenar-benar hidup di dunia ini selalu mengalami kontradiksi. Ada siang dan malam, lapar dan kenyang, selalu bertentangan (kontradiksi). Dunia anak kecil pun kontradiksi, salahnya anak kecil itu benar (Falibism), karena anak belajar dari kesalahan sesuai dengan tingkat perkembangan anak, karena anak bukanlah Dewa, karena itulah dimensi ruang dan waktu anak. Jadi guru harus mengubah paradigmanya, guru harus menyadari bahwa jika guru bertanya pada siswa maka jawaban siswa salah itulah yang benar. Guru munafik jika mengharuskan siswa menjawab benar. Guru harus sopan dan santun dalam menembus ruang dan waktu siswa, sehingga guru harus memfasilitasi belajar siswa sesuai dengan tingkat perkembangan siswa, kebutuhan siswa, keadaan siswa, dan keadaan lingkungannya.

Gambar 2. Skema Membangun Dunia dan Dunia Pendidikan Kontemporer oleh Prof. Dr. Marsigit, M.A.

Dunia ini bersifat plural/jamak. Contohnya yaitu aku, aku yang tadi berbeda dengan aku yang sekarang, aku yang tadi lapar sedangkan aku yang sekarang kenyang karena sudah makan. Itulah dunia yang bersifat plural karena kontradiksi. Jika tidak ada kontradiksi maka kita tidak akan hidup. Contohnya yaitu jika kita lapar terus tidak akan hidup, jika malam terus kita pun tidak akan hidup. Jadi jika dunia ini sama maka dunia ini akan hancur. Termasuk manusia, jika semua manusia sama, maka manusia tidak bisa membedakan, sehingga dunia pun akan kacau. Dunia ini juga akan mengalami kehancuran jika manusia sudah mengalami komplikasi, yaitu kontradiksi dalam kontradiksi di dalam dirinya.

Learning Trajectory
Jika kita mempelajari Filsafat dengan ikhlas baik ikhlas pikir (memahami) serta ikhlas hati (doa, semangat, motivasi) dalam membangun hidup/dunia serta dunia pendidikan kontemporer maka kita akan menarik benang merahnya mempelajari Filsafat dan menerapkannya dalam Pengembangan Learning Trajectory Pendidikan Dasar. Learning Trajectory tentang bagaimana siswa belajar dan bagaimana siswa berpikir yang berimplikasi pada Teaching Trajectory. Seperti dalam Filsafat tentang membangun hidup siswa, dalam Learning Trajectory pun berimplikasi dengan Teaching Trajectory yaitu guru memfasilitasi belajar siswa dengan berbagai metode yang inovatif sesuai dengan tahap perkembangan siswa.
Learning Trajectory Timeline meliputi hakekat/makna/arti serta sejarahnya. Struktur ketentuan Learning Trajectory meliputi filsafat, ideologi, UUD 1945, UU, Peraturan Presiden, Peraturan Menteri, Peraturan Pemerintah, Kurikulum, Silabus, RPP, LKS (Lembar Kegiatan Siswa), Sekolah, Guru, Siswa, Mata Pelajaran, PBM. Di sinilah mahasiswa jika sudah sadar manfaat mempelajari Filsafat sebagai pondasi dalam mempelajari Learning Trajectory, maka mahasiswa mulai mencari referensi tentang dunia Learning Trajectory. Mahasiswa yang memiliki kesadaran untuk belajar tentang dunia Learning Trajectory akan mencari tentang hakekat Learning Trajectory, sejarahnya, siapa tokohnya dan dimana, teorinya bagaimana, hingga menemukan peta pendidikan dunia. Karena mahasiswa harus belajar membangun konsepnya dengan berhermenitika.
Sehebat-hebatnya wayang adalah gunungannya sehingga lahir Filsafat Jawa tentang nasi tumpeng. Gunung yang tidak menyadari bahwa larvanya mematikan bagi para korbannya. Gunung disini adalah guru, guru yang tidak menyadari karena tidak mau belajar sehingga mengeluarkan larva yaitu metode pembelajaran yang tidak tepat sehingga memakan korban yaitu para siswa. Jadi untuk menghadapi segala sesuatu itu harus mempunyai persiapan. Dalam memfasilitasi siswa belajar Matematika misalnya, guru memerlukan persiapan dalam menyelenggarakan proses belajar berdasarkan tahap perkembangan siswa, komunitas lingkungan dan keadaan siswa. Metode yang tidak tepat dalam memfasilitasi siswa belajar maka siswa akan tercabut intuisinya sehingga siswa akan kehilangan hati nuraninya. Dengan tercabutnya intuisi dan hilangnya hati nurani siswa maka banyak sekali permasalahan moral pendidikan siswa SD yang sudah membentuk genk misalnya. Maka dalam memfasilitasi belajar Matematika pada siswa misalnya, harus bertahap dengan Matematika Realistik yaitu dari tahap konkrit terlebih dahulu baru pada tahap formal.
 
Gambar 3. Skema Dunia Learning Trajectory oleh Prof. Dr. Marsigit, M.A.

Learning Trajectory yang membangun pengetahuan siswa dari tahap ingatan, pemahaman, aplikasi, analisis, sintesis, dan evaluasi menurut teori Bloom sehingga siswa dapat memaksimalkan cara berpikir dan belajarnya hingga High Order Thinking. Dalam memfasilitasi belajar siswa pun menyesuaikan tahapan belajar dan berpikir siswa yaitu tahap Operasional Konkrit untuk anak SD menurut teori Piaget.
Mempelajari Pengembangan Learning Trajectory Pendidikan Dasar merupakan pembelajaran untuk berjuang transfer diri dari guru tradisional menuju guru yang inovatif (membangun). Karena hakekat belajar yaitu konstruksi (membangun), guru melayani siswa, guru membangun siswa, itulah guru yang inovatif. Bukan guru tradisional yang otoriter terhadap muridanya, guru munafik yang mengharuskan siswa menjawab sempurna. Karena guru tidak sopan dan santun terhadap ruang dan waktu siswa jika guru mewajibkan siswa menjawab dengan benar. Siswa biarlah menjawab salah, karena dari proses kesalahan tersebut siswa sedang membangun ilmunya. Begitu pun mahasiswa membangun sendiri dunia Learning Trajectory. Jika hanya ingin menjadi guru tradisional maka mahasiswa tidak perlu mempelajari Learning Trajectory. Maka dari itu jika mahasiswa ingin menjadi guru yang inovatif maka perlu mempelajari Learning Trajectory.

Oleh:
Ika Noviana
NIM. 14712251002
Pendidikan Dasar A
Konsentrasi Praktisi (Guru Kelas)
Pascasarjana UNY