Refleksi
Pengembangan Learning Trajectory Pendidikan Dasar
Dosen Pengampu Prof. Dr. Marsigit, M.A.
Perkuliahan Rabu, 04 Maret 2015
Dalam
filsafat ilmu, terdapat ilmu yang ada dan ilmu yang mungkin ada. Ilmu yang ada
itu bersifat tetap sedangkan ilmu yang mungkin ada bersifat berubah. Ilmu yang bersifat
tetap disebut Permenidesiansi sedangkan ilmu yang bersifat berubah disebut
Heraklitosionisme. Ilmu yang ada itu di dalam pikiran sedangkan ilmu yang
mungkin ada itu di luar pikiran. Ilmu yang ada di dalam pikiran disebut
Idealisme sedangkan ilmu yang ada di luar pikiran (kenyataan) disebut Realisme.
Ilmu yang ada itu konsisten (ilmunya para dewa) sedangkan ilmu yang mungkin ada
itu cocok (ilmunya anak). Ilmu berdasarkan konsistensinya disebut Koherentisme
sedangkan ilmu berdasarkan kecocokannya disebut Korespondensi. Contoh ilmu yang
konsisten yaitu Matematika murni. Contoh ilmu berdasarkan kecocokannya yaitu
ilmunya anak kecil, anak kecil mencocokkan suatu benda, jika anak kecil diberi
suatu benda maka anak tersebut akan memikirkan benda tersebut. Ilmu yang ada
berdasarkan ketentuannya yaitu Analitik sedangkan ilmu yang mungkin ada berdasarkan
sebabnya yaitu Sintetik. Ilmu yang ada dimana kebenarannya mendahului
peristiwanya disebut Apriori sedangkan ilmu yang mungkin ada dimana
kebenarannya mengikuti kejadiannya disebut Aposteriori. Dalam Apriori, walaupun
belum terjadi tetapi sudah benar. Contoh Apriori yaitu minggu depan akan
bertemu kembali pada hari Rabu, 11 Maret 2015 untuk perkuliahan Learning Trajectory bersama Prof. Dr.
Marsigit. Anak kecil berpikir secara Aposteriori yaitu ada bendanya baru
dipikirkan. Ilmu yang ada menggunakan logika yaitu Logisisme. Ilmu yang ada menggunakan
akal (rasio) adalah Rasionalisme sedangkan ilmu yang mungkin ada berdasarkan
pengalaman adalah Empirisme.
Ilmu yang ada itu Langit, ilmu yang mungkin ada
itu Bumi. Sebenar-benar ilmu yang tetap dan tidak berubah adalah berdasarkan
Firman Tuhan yang berada di atas Langit. Ilmu yang ada terdapat Aksioma supaya
manusia tidak keliru pada Tuhan tetapi bisa dipikirkan oleh para Dewa sehingga
terdapat ketentuan-ketentuan. Ilmu yang berdasar ketentuan tersebut adalah
Analitik sedangkan ilmu yang berdasarkan sebabnya adalah Sintetik sehingga
cocok dengan kejadian-kejadiannya. Wadah dari ilmu yang ada adalah Formalisme
sedangkan wadah dari ilmu yang mungkin ada adalah Intuism. Isi dari ilmu yang
ada adalah Fondasionalisme sedangkan ilmu yang mungkin ada adalah
Strukturalisme. Antara ilmu yang ada dan ilmu yang mungkin ada lahirlah ilmu
yang menjembatani kedua ilmu tersebut yaitu Sintetik Apriori dengan tokohnya
yaitu Immanuel Kant sehingga sekarang lahir Realistik Matematika dalam
pembelajaran Matematika. Sebenar-benar ilmu pengetahuan menurut Immanuel Kant
adalah harus ada pengalaman dan logika, harus Sintetik dan Apriori. Jika hanya
Sintetik-Aposteriori maka tidak akan mampu memikirkan dan merencanakan sehingga
tidak memperoleh apa-apa. Maka ilmu itu harus Amaliah dan Ilmiah.
Gambar 1. Skema
Hakekat Ilmu
Fenomena
200 tahun yang lalu lahirlah pandangan Auguste Comte yang menolak Filsafat.
Auguste Comte merupakan mahasiswa Politeknik Perancis yang di drop out yang kemudian melahirkan karya
berjudul “Positive” yang dapat
membuat kemajuan sekaligus kehancuran suatu bangsa. Dalam buku tersebut, Comte
menyebutkan bahwa kalau suatu bangsa ingin maju menggunakan metode Scientific. Langkah-langkah metode Scientific terdiri dari (1) mengamati,
(2) menanya, (3) mengasosiasikan/menalar, (4) mencoba/mengeksperimenkan, dan
(5) mengkomunikasikan/mempresentasikan/mencipta. Namun metode Scientific berakibat tidak menggunakan
agama karena agama disebut tidak logis.
Indonesia
sebagai negara Timur negara Pancasila seharusnya berpikir dari tingkat Materi,
Formal, Normatif, dan yang paling tinggi yaitu Spiritual. Metode Scientific yang ditambah dengan
teknologi maka dapat melampaui dunia sehingga lahirlah Dajal. Dajal dalam
Filfasat adalah sistem yang tidak dikehendaki. Kerajaan dunia saat ini dari
tingkat paling bawah yaitu Archaic (suku-suku batu), Tribal (suku pedalaman
seperti suku Jawa), Tradisional (semua masyarakat beragama Timur), Feodal
(penjajah), Modern, Pos Modern (Industrialisasi), Kontemporer/Kekinian (Power Now). Dimana Spiritual hanya
berada di Tribal dan Tradisional. Kerajaan dunia dari tingkat Feodal, Modern,
Pos Modern, dan Kontemporer yang mempunyai pilar dengan kendaraannya yaitu
Kapitalisme, Pragmatisme, Hedonisme, Utilitarisme, Materialisme, dan
Liberalisme setiap hari menggempur Indonesia dari tingkat berpikir Materi,
Formal, Normatif, dan yang tertinggi Spiritual sehingga Indonesia mengalami
Disorientasi/kebingungan (krisis). Jika kita lebih suka arisan daripada
ta’ziyah maka kita sudah termasuk Kapitalisme. Jika kita enggan membaca tetapi
ingin nilai baik maka kita sudah termasuk Pragmatisme. Jika kita ingin nilai
baik tetapi tidak mau mengerjakan tugas maka kita termasuk Hedonisme. Jika
hanya melihat sesuatu dari materi maka kita termasuk Materialisme. Jika kita
sudah berani kepada orang tua maka kita termasuk Liberalisme. Contoh lain dari
fenomena Auguste Comte yaitu menunda-nunda sholat karena lebih sibuk memainkan handphone baru.
Panglima/Anak
Emas Scientific seperti Negara-negara
Barat, USA, Eropa, Jepang, dll. Indonesia pun akan menuju ke sana karena Trisaksi
Indonesia sudah tenggelam. Indonesia sudah tidak lagi mandiri bidang politik,
ekonomi, dan budaya. Trisakti Indonesia sudah diganti dengan kerja, kerja, dan
kerja. Hal tersebut merupakan pengakuan Presiden sudah tidak bisa menaiki Kapal
Trisakti. Presiden sudah tidak sanggup, Menteri pun sudah tidak sanggup
sehingga Menteri menggunakan metode Scientific
sesuai dengan pandangan Auguste Comte “Positive”
yang berlabel Kurikulum 2013. Seharusnya metode disesuaikan dengan mata
pelajaran masing-masing. Metode Scientific
yang menjadikan Anak Emas Power Now
dengan ilmu-ilmu dasar seperti Fisika, Kimia, Biologi murni, dll yang
menempatkan Agama/Spiritual di tingkat terendah. Ilmu-ilmu dasar yang berada di
beberapa perguruan tinggi di Indonesia sehingga menteri diangkat dari perguruan
tinggi tersebut karena visi tersebut. Visi yang bisa menghancurkan intuisi
siswa. Maka bangunkan dan pertahankan intuisi siswa, bukan beramai-ramai
bersama-sama menghancurkan intuisi siswa dengan ilmu-ilmu dasar.
Gambar 2. Skema Pendidikan
Indonesia Kontemporer oleh Prof. Dr. Marsigit, M.A.
Mengapa
ada doa dalam setiap pembelajaran? Berkaitan dengan keyakinan beragama dalam
menjalani hidup. Metode yang seharusnya dalam mencari bekal hidup tidak hanya
dengan pikiran tetapi dengan hati/keyakinan juga. Ilmu bisa menuju ke hati bisa
juga pikiran, terangnya hati karena ilmu juga. Itulah
kehidupan modern saati ini yang menimbulkan kontradiksi/anomali. Kontradiksi yang
terjadi dalam diri kita disebut komplikasi. Semakin kesana akan semakin
kontradiksi/anomali dan komplikasi, dalam Spiritual semakin besar
kemunafikannya. Maka belajarlah dengan ikhlas baik ikhlas pikir (berusaha
mengerti) dan ikhlas hati (diniati dengan do’a) karena sebenar-benar ilmu
adalah menempatkan Spiritual di tingkat tertinggi.
Oleh:
Ika Noviana
NIM. 14712251002
Pendidikan Dasar A
Konsentrasi Praktisi (Guru Kelas)
Program Pascasarjana UNY
Tidak ada komentar:
Posting Komentar