Sabtu, 21 Februari 2015

Hermenetika Membangun Hidup Bersilaturahim



Dosen Pengampu Prof. Dr. Marsigit, M.A.
Mata Kuliah Pengembangan Learning Trajectory Pendidikan Dasar
Perkuliahan Rabu, 18 Februari 2015

Hermenetika hidup merupakan menginteraksikan apa yang dipikirkan dalam kehidupan, proses menerjemahkan dan diterjemahkan. Pentingnya hermenetika dalam membangun hidup ini. Hermenetika hidup dapat dijelaskan seperti berikut:
Gambar 1. Garis Hermenetika Hidup

1.    Hermenetika hidup garis yang melingkar (lingkaran)  yaitu siklus kehidupan yang akan terus berulang seperti siklus hari yang terus berputar atau berulang.
2.     Hermenetika hidup berbentuk garis lurus yaitu kehidupan yang terus berlanjut maju tidak berhenti dan tidak kembali ke belakang atau terulang seperti dalam kehidupan  ada saatnya usia kita menjadi tua dan tidak dapat kembali ke usia muda.
3.        Hermenetika hidup seperti garis berbentuk spiral adalah silaturahim atau interaksi antara langit (atas) dan bumi (bawah). Contoh dalam kehidupan seperti kegiatan pendidik memfasilitasi siswa belajar Matematika. Hermentika hidup bagi pendidik dalam memfasilitasi siswa belajar Matematika yaitu pentingnya mengajarkan siswa berdasarkan pengalaman kehidupan siswa yang konkrit melalui kegiatan-kegiatan atau contoh dalam kehidupan siswa sehari-hari, tidak langsung pada definisi ilmu Matematika itu sendiri. Definisi ilmu Matematika berada di atas sedangkan kegiatan atau contoh berada di bawah (yang dapat disentuh). Contoh lain yaitu silaturahim atau interaksi antara guru (atas) dengan siswa (bawah), logis (atas) dengan cocok (bawah), takdir (atas) dengan ikhtiar (bawah), pikir (atas) dengan fakta (bawah), dll.
4.        Garis hermenetika hidup jika semakin ke atas adalah firman Tuhan yang abadi. Semua adalah milik-Nya dan akhirnya akan kembali pada-Nya.

Siswa belajar membangun hidup seperti membangun pengalaman, tanggung jawab, pengertian, cinta, dll. Dalam belajar diperlukan hermenetika membangun hidup dengan cara menginteraksikan apa yang dipikirkan dengan fakta yang ada. Seperti belajar Matematika yang telah dijelaskan di atas. Siswa belajar berdasarkan fakta dan pengalaman melalui contoh atau kegiatan sehingga siswa mampu membangun konsep ilmu atau definisi Matematika. Disinilah terjadi interaksi antara contoh atau kegiatan siswa dengan ilmu atau definisi Matematika. Hermenetika hidup yang membangun hidup berdasarkan pengalaman akan melahirkan intuisi siswa sehingga siswa akan memiliki nurani dalam perasaannya. Bahaya jika siswa sudah tidak memiliki intuisi atau pemahaman lagi. Siswa akan kehilangan nuraninya jika sudah tidak memiliki intuisinya. Maka pentingnya hermenetika hidup dalam kehidupan seperti di dunia pendidikan.
Gambar 2. Skema Hermenetika Hidup oleh Prof. Dr. Marsigit, M.A.

Pada pertemuan ke-2 kuliah Pengembangan Learning Trajectory Pendidikan Dasar tanggal 18 Februari 2015 Bapak Prof. Dr. Marsigit, M.A. mengadakan kuis tentang mendefinisikan suatu kata menggunakan satu kata atau frasa yang terlintas dalam pikiran mahasiswa. Ternyata banyak kata yang tidak dapat didefinisikan. Kata-kata yang tidak dapat didefinisikan tersebut memberi pelajaran kepada mahasiswa pendidikan dasar konsentrasi praktisi (guru kelas) bahwa tidak ada gunanya memaksakan kata-kata yang tidak dapat didefinisikan untuk didefiniskan, sama seperti jika seorang guru memaksakan siswanya untuk bisa atau paham padahal guru itu sendiri juga tidak paham. Guru yang bertindak seperti itu termasuk guru yang munafik. Guru yang baik akan memfasilitasi siswa dan membelajarkan siswanya, tidak hanya menuntut siswa agar bisa. Tidak hanya siswa, guru pun perlu selalu belajar untuk membangun hidup.

Oleh:
Ika Noviana
NIM 14712251002
Program Pascasarjana
Pendidikan Dasar
Konsentrasi Praktisi (Guru Kelas)


Belajar dan Berpikir dalam Learning Trajectory


Dosen Pengampu Prof. Dr. Marsigit, M.A.
Mata Kuliah Pengembangan Learning Trajectory Pendidikan Dasar
Perkuliahan Rabu, 11 Februari 2015




A.      Learning Trajectory

Learning Trajectory merupakan ilmu yang mempelajari bagaimana siswa belajar serta bagaimana siswa berpikir yang diaplikasikan dalam Teaching Trajectory tentang bagaimana guru menyelenggarakan proses belajar mengajar. Dalam tingkatan sekolah dasar, siswa masih berpikir secara konkrit berdasarkan fakta dan pengalaman sehingga guru memfasilitasi siswa belajar ilmu misalnya Matematika secara konkrit berdasarkan fakta dan pengalaman siswa dalam kehidupan sehari-hari. Jika guru memfasilitasi siswa belajar Matematika secara konkrit berdasarkan fakta dan pengalaman siswa dalam kehidupan sehari-hari maka siswa akan dapat membangun konsep berdasarkan intuisinya yang melahirkan nurani siswa. Semua tingkatan dari TK, SD, SMP, SMA, dewasa, bahkan manula pernah berpikir dari tahap ingatan, pemahaman, aplikasi, analisis, sintesis, dan evaluasi berdasarkan teori Bloom. Guru sebaiknya melatih siswa untuk terbiasa berpikir melalui tahap-tahap tersebut sehingga siswa dapat merefleksikan apa yang telah dipahami.

 
Gambar 1. Skema Learning Trajectory oleh Prof. Dr. Marsigit, M.A.

B.       Cerdas dan Kompeten
Belajar untuk menjadi cerdas dan kompeten tidaklah instan, melainkan melalui tahap-tahap berikut:
1.         Niat
Niat belajar yang ikhlas untuk mencari ilmu atas ridho Allah SWT. Nawaitu kita dalam mencari ilmu untuk kebaikan dan bermanfaat tidak hanya untuk diri sendiri tetapi untuk orang banyak pula. Kita berniat belajar karena kita merasa membutuhkan ilmu tersebut dan masih kurangnya ilmu yang kita miliki dengan menyingkirkan rasa sombong kita yang merasa telah pandai sehingga muncullah keikhlasan dalam belajar mencari ilmu.
2.         Sikap
Setelah niat belajar untuk mencari ilmu secara ikhlas akan timbul sikap dalam belajar. Sikap dalam belajar bermacam-macam seperti:
a.      Sikap terhadap materi pelajaran. Perlunya sikap positif terhadap materi pelajaran yang akan melahirkan minat dan motivasi dalam belajar sehingga akan lebih mudah dalam menyerap materi pelajaran.
b.      Sikap terhadap pendidik. Peserta didik perlu bersikap positif terhadap pendidik agar tercipta kenyamanan dalam belajar bersama pendidik sehingga peserta didik mampu menyerap materi pelajaran dengan baik.
c.    Sikap terhadap proses pembelajaran. Peserta didik perlu bersikap positif terhadap proses pembelajaran sehingga pencapaian hasil belajar dapat maksimal.
3.         Pengetahuan (ilmu)
Niat belajar mencari ilmu dengan ikhlas disertai sikap positif dalam belajar akan diperolehnya pengetahuan (ilmu). Ilmu tersebut dapat bermanfaat atau tidak tergantung dari niat awal belajar mencari ilmu tersebut karena apa dan untuk apa. Ilmu dapat bermanfaat apabila dapat diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari serta dapat berbagi ilmu yang didapat dengan orang banyak.
4.         Ketrampilan
Berdasarkan ilmu yang diperoleh maka kita akan memiliki keterampilan. Keterampilan tersebut merupakan hasil belajar pada ranah psikomotorik yang terbentuk menyerupai hasil belajar kognitif. Dengan keterampilan yang dimiliki maka mampu untuk mengerjakan atau melaksanakan sesuatu dengan baik. Di sinilah ilmu tidak hanya sebagai konsep namun dapat diaplikasikan melalui kegiatan menggunakan keterampilan tersebut.
5.         Pengalaman
Dari semua hal yang telah dilalui untuk memperoleh ilmu maka kita akan mempunyai pengalaman-pengalaman dalam hidup. Bahkan seorang bayi pun sudah memiliki pengalaman dilahirkan ke dunia ini. Semakin banyak ilmu yang kita peroleh akan semakin banyak pula pengalaman yang kita miliki. Pengalaman-pengalaman tersebut akan mendewasakan kita dalam membangun hidup dan pentingnya belajar berdasarkan pengalaman.
 
Gambar 2. Tahap-tahap Menjadi Cerdas dan Kompeten

C.       Asumsi Adult Learning
Asumsi Adult Learning terdiri dari:
1.         Motivasi/niat belajar yang ikhlas.
2.         Mandiri/sikap belajar yang selalu positif/baik.
3.      Bisa bekerja sama karena ilmu tidak akan berguna jika egois/sombong dan tidak mampu bekerja sama.
4.       Rasa ingin tahu (curiosity) sebagai sifat dasar manusia yang haus akan pengetahuan (ilmu). Manusia akan berusaha mencari tahu untuk memuaskan keinginan tentang hal yang tidak diketahuinya sama seperti belajar seumur hidup.
5.       Mampu beradaptasi (ruang dan waktu) yang dapat berpikir kritis dalam menghadapi perkembangan zaman agar tidak mudah terjerumus dalam ilmu/budaya yang menyesatkan.
6.         Adopsi dengan mengadosi hal-hal yang baik untuk ditiru dan meninggalkan hal-hal yang buruk.
7.       Tingkatan manfaat ilmu dengan cara berbagi ilmu yang diperoleh. Tingkat pertama (terendah) yaitu untuk diri sendiri (intrinsik), ilmu yang diperoleh hanya untuk diri sendiri, tidak berbagi dengan orang lain sehingga tidak bermanfaat bagi orang lain. Tingkat kedua yaitu berbagi untuk orang lain (ekstrinsik), ilmu yang diperoleh tidak hanya untuk diri sendiri tetapi dibagi untuk orang lain sehingga ilmu yang diperoleh bermanfaat bagi orang lain. Kemudian tingkat ketiga (tertinggi) yaitu untuk jejaring sistemik (networking), pada tingkat ini ilmu dibagi tidak hanya untuk orang lain saja tetapi sudah mendunia melalui jejaring sistemik sehingga banyak orang di dunia yang dapat memperoleh ilmu yang kita bagi di jejaring sistemik tersebut.
8.     Membangun hidup melalui pendidikan yaitu Learning Trajectory. Disini muncul konsep hermenetika membangun hidup. Hermenetika yang menginteraksikan apa yang dipikirkan dalam kehidupan, proses menerjemahkan dan diterjemahkan.

Oleh:
Ika Noviana
NIM 14712251002
Program Pascasarjana
Pendidikan Dasar
Konsentrasi Praktisi (Guru Kelas)